Tuesday, 31 August 2021

SEJARAH ISLAM MASUK KE CHINA

Posted by : Ahmad BimBim > FB Paduka Nenda Puteri Hang Li Po

“Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina” begitu kata petuah Arab. Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa Cina memang telah mencapai peradaban yang amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban.

Tak bisa dipungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya antara lain, ilmu ketabiban, kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat Cina ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 Masehi.
Sejak itu, para saudagar dan pelaut dari Arabl membina hubungan dagang dengan `Middle Kingdom’ – julukan Cina.
Untuk bisa berkongsi dengan para saudagar Cina, para pelaut dan saudagar Arab dengan gagah berani mengarungi ganasnya samudera. Mereka `angkat layar’ dari Basra di Teluk Arab dan kota Siraf di Teluk Persia menuju lautan Samudera Hindia.
Sebelum sampai ke daratan Cina, para pelaut dan saudagar Arab melintasi Srilanka dan mengarahkan kapalnya ke Selat Malaka.
Setelah itu, mereka berlego jangkar di pelabuhan Guangzhou atau orang Arab menyebutnya Khanfu. Guangzhou merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan tertua diCina. Sejak itu banyak orang Arab yang menetap di Cina.
Ketika Islam sudah berkembang dan Rasulullah SAW mendirikan pemerintahan di Madinah, di seberang lautan Cina tengah memasuki periode penyatuan dan pertahanan. Menurut catatan sejarah awal Cina, masyarakat Tiongkok pun sudah mengetahui adanya agama Islam di Timur Tengah. Mereka menyebut pemerintahan Rasulullah SAW sebagai Al-Madinah. Orang Cina mengenal Islam dengan sebutan "Yisilan Jiao" yang berarti ‘agama yang murni’.
Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran ‘Buddha Ma-hia-wu’ (Nabi Muhammad SAW).
Terdapat beberapa versi hikayat tentang awal mula Islam bersemi di dataran Cina. Versi pertama menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina dibawa para sahabat Rasul yang hijrah ke al-Habasha Abyssinia (Ethopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethopia untuk menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraish jahiliyah. Mereka antara lain; Ruqayyah, anak perempuan Nabi; Usman bin Affan, suami Ruqayyah; Sa’ad bin Abi Waqqas, paman Rasulullah SAW; dan sejumlah sahabat lainnya. Para sahabat yang hijrah ke Etopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus di kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan Cina pada saat Dinasti Sui berkuasa (581 M – 618 M).
Sumber lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina ketika Sa’ad Abi Waqqas dan tiga sahabatnya berlayar ke Cina dari Ethopia pada tahun 616 M. Setelah sampai di Cina, Sa’ad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa kitab suci Alquran. Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Cina pada 615 M – kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Sa’ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran Illahi ke daratan Cina.
Konon, Sa’ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys’ Mazars. Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar pun lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Canton – masjid pertama yang berdiri di daratan Cina.
Ketika Dinasti Tang berkuasa, Cina tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Cina.
Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di Cina adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang Cina yang pertama kali memeluk Islam adalah suku "Hui Chi". Sejak saat itu, pemeluk Islam di Cina kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Islam.
Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal diCina. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara Cina dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut. Orang Bukhara itu lalu menetap di diantara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin pangeran Amir Sayyid alias ‘So-FeiEr’. Dia bergelar `bapak’ komunitas Muslim diCina.
Ketika Dinasti Mongol Yuan(1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di Cina semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi Cina Han.
Sehingga pengaruh umat Islam di Cina semakin kuat. Ratusan ribu imigran Muslim di wilayah Barat dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol untuk membantu perluasan wilayah dan pengaruh kekaisaran.
Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin koRporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq.
Pada masa kekuasaan Dinasti Ming, Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka, termasuk Lan Yu Who. Pada 1388M, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Tak lama setelah itu muncul Laksamana Cheng Ho – seorang pelaut Muslim andal.
Saat Dinasti Ming berkuasa, imigran dari negara-negara Muslim mulai dilarang dan dibatasi. Cina pun berubah menjadi negara yang mengisolasi diri. Muslim di Cina pun mulai menggunakan dialek bahasa Cina.Arsitektur Masjid pun mulai mengikuti tradisi Cina. Pada era ini Nanjing menjadi pusat studi Islam yang penting. Setelah itu hubungan penguasa Cina dengan Islam mulai memburuk. Hubungan antara Muslim dengan penguasa Cina mulai memburuk sejak Dinasti Qing(1644-1911) berkuasa. Tak cuma dengan penguasa, relasi Muslim dengan masyarakat Cina lainnya menjadi makin sulit Dinasti Qing melarang berbagai kegiatan Keislaman.

Copy and paste: 31/8/2021 / 22 Muharram 1443H: 10.42 am

Sastera Peniup Semangat Jihad Melaka terhadap Portugis.

Posted by Mohd Halmi Kg Gajah > FB Paduka Nenda Puteri Hang Li Po

N.A Halim menceritakan di dalam Majalah Mastika terbitan Jun 1989. Sewaktu beliau berada di dalam gerabak keretapi ( perjalanan ke Cardova, Sepanyol). Telah ditakdirkan beliau duduk bersebelahan dengan seorang keturunan Portugis. Mereka berkenalan, dan orang Portugis tersebut memperkenalkan dirinya adalah ahli sejarah dan mengajar di sebuah sekolah di Setubal kira-kira 40km dari Bandar Lisbon. Mereka berbual dengan rancak, secara kebetulan N.A Halim juga adalah pengkaji sejarah.
Beliau pun memperkenalkan dirinya berasal dari Malaysia, tetapi rakan Portugis itu kelihatan kebingungan. Dengan spontan N. A Halim menyebut perkataan 'Melaka', tiba-tiba wajah rakan Portugis tersebut berseri-seri mendengar perkataan 'Melaka'
"Orang Melaka sangat berani," katanya dengan ceria dan menyambung "Melaka mempunyai pemerintahan yang kuat. Paling sukar dijajah oleh Portugis,"katanya lagi. " Orang Melaka membuat penentangan yang cukup sengit ketika Albuqarque menyerang dan menakluki Melaka pada tahun 1511, Raja Melaka walaupun telah kalah, tetap melancarkan serangan ke atas Portugis di Melaka." Akhirnya guru tersebut berkata," Rakyat Portugis secara umumnya menganggap orang Melaka sebagai bangsa yang berani." N.A Halim begitu bangga dengan kenyataan terus terang itu.
Melalui kenyataan ini kita coretkan serba ringkas perjuangan Sultan Mahmud setelah kalah di Melaka. Baginda berundur ke Bertam(masih di Melaka) bersama Raja Ahmad dan Raja Muzaffar yang ketika itu berumur 6@7 tahun. Sultan Mahmud mahu melancarkan serangan tetapi diserang oleh Portugis terlebih dahulu.
Kemudian Baginda berpindah ke Pagoh yang berdekatan Muar, tetapi sekali lagi diserang oleh tentera Portugis. Kemudian berundur ke Pahang melalui jalan penarekan. Setelah itu berlayar ke Bintan, Riau. Dari Bintan beberapa serangan dilancarkan. Akhirnya Baginda berundur ke Kampar apabila Bintan ditawan Portugis.
Portugis di Melaka terpaksa menghadapi penentangan di darat dan di laut oleh Sultan Mahmud. Bekalan makanan disekat oleh Laksamana Hang Nadim dan rakan-rakannya, malah Melaka hampir kebuluran akibat sekatan dan rampasan kapal oleh Laksamana Hang Nadim. Oleh sebab itu Portugis sentiasa mahu menghapuskan 'pengkalan' Sultan Mahmud.
Setelah Sultan Mahmud mangkat, perjuangan menentang Portugis tetap diteruskan oleh anaknya, Sultan Alauddin Riayat Shah ll yang mendirikan kerajaan Johor pada 1551. Telah tercatit ketika angkatan perang Johor dan Perak serta Pahang juga Jepara (Jawa) telah mengepung Melaka, seramai 800 pasukan gabungan ini telah syahid daripada 5000 orang tentera.Tiba-tiba datang khabar angin bahawa angkatan Portugis yang lebih besar akan menyerang Perak dan Pahang. Mendengar khabar ini pasukan Perak dan Pahang tergesa-gesa pulang ke negeri masing- masing.(Sebenarnya ini ialah startegi Portugis untuk melepaskan kepungan). Jika ditakdirkan pasukan ini tidak pulang nescaya Portugis akan hancur di Melaka.
Penentangan berterusan rakyat Melaka terhadap Portugis dikaitkan dengan kobaran semangat yang ditiupkan melalui sastera lisan yang disampaikan dari satu generasi ke satu generasi. Di Kampar (Indonesia) menurut Bapak Tenas Affendy terdapat "Kayat Marhum Kampar"(Hikayat, Sultan Mamud) Kisah Cik Puan Seri Kampar (Kisah Tun Fatimah). Antara contoh Kisah Cik Puan Seri Kampar yang dituturkan oleh pencerita,
"Walaupun hamba seorang perempuan, tetapi bukanlah tempat hamba di dapur sebab di dalam berperang kaum perempuan pun mengangkat pedang dan keris. Barangsiapa di antara rakyat Melaka dan Kampar merasa dirinya Melayu, marilah bersama baginda merempuh musuh supaya tidak dicerca anak cucu kita di kemudian hari, barangsiapa merasa dirinya orang Melayu marilah kita balaskan sakit hati keluarga kita yang tewas.
Marilah kita berbulat hati menghadapi orang-orang kafir durjana itu. Barangsiapa merasa kaumnya dinjak Peringgi, yang merasa anak lelakinya diperhina orang, marilah bersama-sama menuntut bela untuk menghapus arang di kening."
Sumber:
1. Bapak Tenas Affendy, Sultan Mahmud Al Marhum Kampar Dalam Mitos Rakyat Pelalawan,
2. A.Halim Nasir Sejarah Perak, Siri Pertama,
3. N.A Halim Perjalanan ke Cardoba, Mastika Jun 1989.

Copy and paste: 31 August 2021 / 22 Muharram 1443H: 10.37 am


NABI MUHAMMAD SAW DAN PERKAUMAN

Dr Jefri Irwan Harris
Istilah2 penting:
• Munafik-nampak Islam secara zahir tetapi hatinya benci
• Ansar-kaum pribumi Madinah
• Muhajirun-para sahabat Nabi yang meninggalkan Mekah dan menetap di Madinah
--------------------------------------------------
Peristiwa ini berlaku lebih 1400 tahun dahulu, pada tahun 6 Hijrah, iaitu kembalinya Rasulullah dan sahabatnya dari perkampungan Muraisi’ (Banu Mustaliq). Kembara ini disertai oleh pembenci Nabi iaitu Abdullah ibn Ubay yang juga digelar ketua munafik. Si munafik ini sertai ‘perang’ dengan harapan mendapat harta rampasan, tetapi malang baginya kerana Rasulullah menerima keislaman seluruh penduduk dan pulang ke Madinah dengan ‘tangan kosong’.
Di dalam salah satu hentian, dalam proses mengambil air, seorang dari Muhajirun tersinggung seorang dari Ansar . Maka bermulalah keduanya berbalas kata2 berunsur perkauman. Dan kaum masing2 juga mula buat perkara yang sama.
Abdullah ibn Ubay, orang Madinah, dari suku kaum Khazraj, mula mengambil kesempatan. Dia memperlekehkan tindakan mulia kaum Ansar yang membantu golongan pendatang (termasuk Rasulullah).
Di antara perkataan Abdullah ialah: “Anjing yang kamu gemukkan (bantu) sekarang sedang menggigit kamu”.
Dia juga berkata “Bila kita tiba di Madinah, golongan yang mulia (kuat) akan halau golongan yang hina ini”.
Zaid ibn Arqam, seorang anak muda, terdengar kata2 ini dan terus laporkan kepada Rasulullah. Apabila ditanya oleh Rasulullah, Abdullah menafikannya. Rasulullah menerima penafiannya dan tidak banyak menyelidik.
Sebaliknya, Rasulullah memerintahkan mereka semua untuk sambung perjalanan. Dan kali ini mereka tidak lagi berhenti rehat secara berkala. Rasulullah berhenti rehat hanya setelah lebihkurang 20 jam perjalanan. Dengan cara ini tiada siapa ada tenaga, masa dan mood untuk menghina sesiapa.
Api perkauman yang cuba dikobarkan si-ketua munafik, berjaya dipadamkan.
-------------------------------------------------
Kesimpulan:
• Masalah perkauman berlaku di zaman Nabi.
Api perkauman perlu ditangani segera oleh pihak berkuasa, kerana kalau dibiarkan...
• Rakyat perlu hormat tindakan ketua. Dalam hal ini, Zaid Ibn Arqam memendam perasaannya kerana kesaksiannya seolah-olah tidak diterima oleh Rasulullah.
• Manusia yang sibuk tiada masa untuk seruan jahiliah.
• Diam ialah amalan yang mulia.
• Jangan jadi mata-rantai kepada fitnah dengan cara berkongsi, walaupun kisah yang benar.
• Sila rujuk tafsir ayat ke-8 Surah Munafiqun untuk keterangan lanjut.

Copy and paste: 31 Ogos 2021 / 22 Muharram 1443H: 10.34 am

Faktor-Faktor Tarik-Tolak Kemunculan Ahlul-Bait ‘Gelombang Pertama’ Di Alam Nusantara

Oleh : Tun Suzana Tun Hj Othman > FB Paduka Nenda Puteri Hang Li Po

Di sini moleklah kita huraikan beberapa fakta penting yang mendorong kepada faktor kemunculan ahlul-bait Gelombang Pertama di Alam Nusantara.
PERTAMA;
Kisah pengisbatan Raja Pasai dan pengislaman Raja Melaka melalui perintah Rasulullah ï·º dan menyusul perkembangan Islam yang pesat di Alam Nusantara di bawah pernaungan kedua-dua kesultanan ini.
Walaupun terdapat banyak bukti sejarah mengenai tanda kemunculan Islam di Alam Nusantara seawal abad ke 9M lagi, bagaimanapun para sarjana dan ahli sejarah dari timur dan barat telah bersepakat bahawa pengaruh Islam pada masa itu adalah agak terbatas dan penyebarannya lebih dalam bentuk ‘runcit-runcit’. Bagaimanapun, pengisbatan Raja Pasai yang dibuat atas perintah Syarif Mekah yang pada waktu itu merupakan pusat kerohanian ummah sejagat bukan sahaja telah membuka mata para pendakwah dan alim ulama kepada rantau ini, malahan langkah Raja-raja Pasai dalam memberikan pernaungan, perlindungan serta kemuliaan yang tinggi kepada mereka, serta mengambil langkah memesatkan Pasai sebagai pusat pendidikan dan penyebaran Islam telah diterima sebagai suatu isyarat ‘jemputan’ kepada alim ulama dan para dai’ee secara besar-besaran, khususnya yang bermazhab Syafiee.
Selepas menyumbangkan jasa dalam membina tapak Islam yang kukuh di rantau ini dalam tempuh hampir seabad, keruntuhan kesultanan Pasai akibat diserang oleh dua kuasa besar iaitu Siam dan Majapahit secara tidak langsung telah mengketengahkan kesultanan Melaka sebagai penyambung obor-obor penyebaran Islam. Dan Melaka tidak mengecewakan. Semenjak Sultan Muhammad Syah menerima Islam di tangan Sayyid Abdul Aziz dari bumi Hijaz, dengan perintah Rasulullah ï·º sendiri (melalui mimpi), Baginda dan Raja-Raja Melaka yang berikutnya menjadikan Islam teras pemerintahan negeri. Walaupun tidak dapat mengambil tempat Pasai sebagai pusat ilmu, namun dari aspek penyebaran serta pembentukan ketamadunan Melayu Islam Beraja dengan mengambil Islam sebagai nadi kepada gagasan tersebut (konsep Melayu itu Islam), Melaka jauh mengatasi Pasai.
Sebagai keturunan daripada junjungan mulia Rasulullah ï·º, faktor pengisbatan Raja Pasai dan pengislaman Raja Melaka yang istimewa serta ‘semangat besar’ yang ditonjolkan oleh raja-raja daripada kedua-dua kesultanan tersebut selepas itu dalam memesatkan ajaran dan perkembangan Islam merupakan suatu daya tarikan yang tinggi kepada mereka. Apatah lagi, kemuliaan dan penghormatan yang diberikan jauh lebih baik berbanding dengan layanan yang diterima oleh ahlu-bait Rasulullah ï·º di tempat-tempat lain seperti yang kerapkali terjadi dalam sejarah.
KEDUA;
Keadaan politik Alam Melayu yang ‘redup’ untuk menyambut kedatangan ahlul-bait Rasulullah ï·º Gelombang Pertama secara besar-besaran.
Satu fakta sejarah yang amat menarik untuk dikemukakan ialah berkaitan dengan sumbangan negara China kepada keselamatan daulah-daulah Islamiyyah yang tertegak satu demi satu di rantau ini bermula sekitar pertengahan abad ke 13M. Pada masa itu, dua kuasa Hindu-Buddha yang besar iaitu kerajaan Siam dan Majapahit sentiasa bersaing dalam mencari peluang untuk mentancapkan otoritas mereka dalam mana-mana negeri yang boleh ditundukkan. Apatah lagi Agama Islam dianggap sebagai saingan ketat kepada ajaran Hindu-Buddha yang telah memonopoli rantau Asia Tenggara buat sekian lamanya. Bagaimanapun, semenjak kematian Patih Gaja Mada dalam tahun 1364M yang bertanggungjawab meluaskan empayar Majapahit, kekuatan kerajaan tersebut mulai merosot. Yang tinggal hanya ancaman penaklukan dari Maharaja Siam.
Dalam masa pemerintahan Dinasti Ming (1368-1628M), orang-orang Islam di negeri China mendapat keistimewaan dan taraf yang sama dengan orang-orang lain. Maharaja-maharaja dinasti itu mengambil banyak orang-orang Islam khususnya dalam bidang pentadbiran dan pendidikan. Dinasti Ming amat menyenangi ajaran Islam hinggakan salah seorang dari pemerintahnya pernah membina sebuah masjid di Nanking dan membuat ukiran puisi pada masjid tersebut yang mencatatkan tentang ajaran Islam.
Dasar pemerintahan China pada waktu itu yang tidak mahu mentancapkan otoritasnya tetapi lebih mementingkan kestabilan jaluran perdagangan serta hubungan persahabatan yang baik dengan negeri-negeri di bahagian selatannya telah digunakan sebaik mungkin oleh Raja-raja Melaka untuk menghentikan ancaman dari kerajaan Siam dengan meminta perlindungan dari China. Kemuncak daripada jalinan hubungan yang erat ini ialah peristiwa perkahwinan Sultan Mansur Syah dengan puteri China yang bernama Hang Li Po.
Suatu perkara yang perlu diketengahkan berkaitan dengan sumbangan China kepada kestabilan politik di Alam Melayu pada abad ke 15M yang memesatkan perkembangan Islam serta meluaskan empayar Melaka ialah peranan yang dimainkan oleh seorang laksamana China yang terkenal iaitu Zheng He atau Cheng Ho (1371-1435).
Sebagai Duta Persahabatan Maharaja Ming, Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam telah membuat sejumlah tujuh ekspedisi pelayaran yang besar ke negeri-negeri seperti Melaka, Champa, Jawa, Samudera, Palembang, Lamri, Aru, Pahang, Borneo dan sebagainya. Kisah-kisah pelayaran Cheng Ho amat menakjubkan, apatah lagi pada masa itu para pelaut Eropah seperti Christopher Columbus dan Vasco Da Gama masih pada tahap ‘membaca peta’ lagi.
Bagaimanapun apa yang lebih menarik ialah kebolehan Cheng Ho berurusan dengan baik dengan Raja-Raja Melayu serta kebijaksanaannya menghantar isyarat yang keras kepada Siam dan saki baki kerajaan Hindu di Jawa supaya jangan lagi mengancam negeri-negeri Melayu Islam itu. Seperti kata Prof Kong Yuanzhi, ekspedisi Cheng Ho yang ‘dibungkus’ dengan misi diplomatik, sesungguhnya tiada lain melainkan sebuah show of force.
Atas inisiatif Cheng Ho, Raja Melaka sendiri datang menghadap Maharaja China, kemudian kembali dengan membawa beberapa ahli pertukangan Islam yang menolong membina masjid-masjid di Melaka. Dengan pertolongan Cheng Ho juga, Maharaja China menjadi penaung negeri Melaka, maka secara tidak langsung menjadi penaung juga kepada kepesatan perkembangan Islam yang berjalan seiring dengan perluasan empayar Melaka.
Apa yang kita perlu tahu mengenai identiti sebenar Laksamana Cheng Ho ialah wujudnya pendapat bahawa beliau berasal dari zuriat Rasulullah ï·º sendiri. Menurut Prof Kong Yuan Zhi , sumber-sumber sejarah telah mengaitkan Laksamana Cheng Ho dengan keturunan daripada ahlul-bait Rasulullah ï·º. Salasilahnya dicatatkan seperti berikut:
Ma-He/Cheng Ho ibni Mi-Li-Jin/Ma Haji ibni Mi-Di-Na/Haji ibni Bai-Yan ibni Na-Su-La-Ding ibni Sai-Dian-Chi/Sayyid Ajall/Sayyidina Syamsuddin ibni Ma-Ha-Mu-Ke-Ma-Nai-Ding ibni Ka-Ma-Ding-Yu-Su-Pu ibni Su-Sha-Lu-Gu-Chong Yue/Su-Zu-Sha ibni Sai-Yan-Su-Lai-Chong-Na ibni Sou-Fei-Er/Sayyidina Syafiee ibni An-Du-Er-Yi ibni Zhe-Ma-Nai-Ding ibni Cha-Fa-Er ibni Wu-Ma-Er ibni Wu-Ma-Nai Ding ibni Gu-Bu-Ding ibni Ha-San ibni Yi-Si-Ma-Xin ibni Mu-Ba-Er-Sha ibni Lu-Er-Ding ibni Ya-Xin ibni Mu-Lu-Ye-Mi ibni She-Li-Ma ibni Li Sha Shi (Kaisar kerajaan Mi-Si-Le) ibni E-Ha-Mo-De ibni Ye-Ha-Ya ibni E-Le-Hou-Sai-Ni ibni Xie-Xin ibni Yi-Si-Ma-Ai-Le ibni Yi-Bu-Lai-Xi-Mo ibni Hou Sai-Ni ibni (Sayyidatina) Fatimah binti Rasulullah ï·º.
(Tidak diketahui samada salasilah ini telah disahkan oleh ahli nasab)
Nenek moyangnya yang bernama Sayyidina Syamsuddin (Sai-Dian Chi) merupakan putera kepada Sultan Bukhara yang mengalami kekalahan di tangan tentera Ghenghiz Khan yang hebat itu. Sayyid Syamsuddin kemudiannya menjadi tawanan di Peking, namun berkat keperibadiannya yang tinggi, kealimannya serta kewibawaan kepimpinannya beliau bukan sahaja diangkat sebagai Penolong Menteri di daerah Yunan , tetapi juga telah berjaya menarik beribu-ribu penduduk tempatan untuk menganut agama Islam. Sebagaimana Sayyid Syamsuddin yang amat disenangi oleh para pengikutnya, cucunya Cheng Ho juga amat disayangi dan dikagumi, sehinggakan orang bukan Islam pun membina kuil atas namanya di beberapa tempat seperti di Melaka, Pulau Pinang, Terengganu, Sarawak dan Singapura.
Tidak dapat dinafikan lagi bahawa faktor keselamatan memainkan peranan yang amat penting untuk perkembangan Islam dan ekonomi di rantau ini, oleh itu secara langsung atau tidak langsung, secara disengajakan atau tidak disengajakan, Laksamana Cheng Ho, seorang ahlul-bait Rasulullah ï·º bukan sahaja telah membantu kesultanan Melayu Melaka dalam memeriahkan pusat dagangannya, malahan memberi sumbangan juga dalam memelihara keamanan di Alam Melayu yang dapat memesatkan penyebaran Islam. Ini diakui sendiri oleh Professor Hamka seperti kenyataannya dalam majalah Star Weekly, Jakarta bertarikh 18 Mac 1961 bahawa ‘nama Muslim dari Tiongkok (China) yang erat sangkut pautnya dengan kemajuan Islam di Indonesia dan Tanah Melayu ialah Laksamana Cheng Ho.”
Berkemungkinan faktor identiti dan jasa Laksamana Cheng Ho yang besar, kisah-kisah armada dan pelayarannya yang menakjubkan serta kebolehannya sebagai utusan Maharaja China yang berwibawa mampu mencetuskan inspirasi, semangat dan kebanggaan kepada kaum Sayyid pada masa itu. Ianya mungkin menjadi satu lagi daya tarikan serta pendorong bagi para mubaligh dan alim-ulama ahlul-bait Rasulullah ï·º pada zamannya untuk beramai-ramai menyertai Gelombang Pertama mencurahkan khidmat mereka atas jalan agama di bumi Nusantara yang ‘redup’ ini.
Sesungguhnya jasa Laksamana Cheng Ho yang sebenar dalam membantu mengkondisi rantau Nusantara menjadi tempat yang aman dan selamat untuk perkembangan Islam yang rancak telah tersembunyi dalam riwayat-riwayat kehebatan armadanya yang ‘gajah-gajah’ belaka itu . Jikalau salasilahnya daripada sumber-sumber sejarah adalah benar dan tepat dari perspektif Ilmu Nasab, mudah-mudahan Laksamana Cheng Ho juga kini dapat dikenang semula sebagai seorang ahlul-bait Rasulullah ï·º yang tersenarai dalam golongan yang menyambung kerja nenek moyang ahlul-bait dari kalangan ulama, mubaligh dan pemimpin umat Islam. Sepertimana ramai golongan ahlul-bait awallun, Cheng Ho juga umpama sebutir berlian yang menyinarkan cahaya gemerlapan di tengah-tengah padang pasir yang saujana meluas.
KETIGA;
Tiada perlakuan kejam atas ahlul-bait sebagaimana yang dirasai kaum kerabat mereka dalam dinasti Umaiyyah dan Abbasiyyah (penerimaan yang baik oleh masyarakat pribumi Nusantara)
Latar belakang politik yang bergejolak di bumi Arab juga memainkan peranan besar dalam sejarah kedatangan ahlul-bait ke bumi Nusantara. Berbeza dengan Alam Melayu yang masih agak mentah dalam mainan politik dunia serta baru mahu mengenali kaum Arab dari golongan mubaligh, situasi politik dan keadaan masyarakat di Jazirah Arab, Afrika dan Timur Tengah penuh dengan siasah politik. Kaum-kaum di dunia sebelah sini mempunyai darah panas, dan persengketaan dan pergolakan politik menjadi seperti mainan hidup mereka. Ditambah pula dengan penglibatan kaum Nasara dan Yahudi yang sentiasa mencari peluang mencerobohi empayar Islam, sejak zaman berzaman, masyarakat di dunia sebelah sana sentiasa terdedah kepada berbagai persengketaan, peperangan dan percaturan politik.
Secara peribadinya pula ahlul-bait sentiasa menjadi sasaran kedengkian dari ramai pihak. Antaranya, kaum-kaum yang memusuhi dan mencemburui mereka semenjak zaman Rasulullah ï·º di atas status istimewa yang dimiliki kerana merasakan mereka ini saingan kuat dalam jawatan sebagai penguasa- penguasa kota suci Mekah dan Madinah.
Perhatikan sabdaan Rasulullah ï·º ini :
“Kami ahlul-bait telah Allah SWT pilih untuk kami akhirat lebih dari dunia. Kaum kerabatku akan menerima bencana dan penyingkiran sepeninggalanku kelak sehingga datangnya suatu kaum dari sebelah timur yang membawa bersama mereka panji-panji hitam. Mereka meminta kebaikan tetapi tidak diberikannya. Maka mereka pun berjuang dan memperolehi kemenangan, lalu diberikanlah apa yang mereka minta itu, tetapi mereka tidak menerimanya, hingga mereka menyerahkannya kepada seorang lelaki dari kerabatku yang memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana bumi dipenuhi dengan kedurjanaan. Siapa diantara kamu yang sempat menemuinya maka datangilah mereka walaupun merangkak diatas salji. Sesungguhnya dia adalah Imam Mahdi.”
“Dari Al-Hassan, bahawasanya Nabi pernah mengatakan tentang bala bencana yang akan menimpa keluarganya sampai Allah mengutus panji-panji hitam dari timur. Siapa yang menolongnya Allah akan menolongnya dan siapa yang menghinanya, Allah akan menghinanya, hinggalah mereka itu mendatangi seorang lelaki yang namanya seperti namaku. Mereka pun melantiknya memimpin mereka, maka Allah pun membantu dan menolongnya.”
Dalam hal ini, sejarah pemerintahan khalifah-khalifah Daulah Umayyah dan Abbassiyyah membuktikan bahawa kebanyakan daripada mereka merasa terancam oleh golongan ahlul-bait Rasulullah ï·º kerana beranggapan mereka saingan kuat pada jawatan kepimpinan ummah. Natijahnya kebanyakan khalifah-khalifah Daulah Umayyah dan Abbassiyyah sentiasa mencari peluang menghambat, mengusir, menindas dan melakukan berbagai bentuk kekejaman kepada keturunan Sayyidina ‘Ali dan Sayyidatina Fatimah kerana merasakan tidak selamat pada jawatan pemerintah selagi kaum kerabat ahlul-bait ada di kalangan mereka, apatah lagi para ahlul-bait sentiasa mendapat ihsan dan simpati dari kebanyakan umat Islam sebagai titisan Rasulullah ï·º.
Berlebih lagi, ahlul-bait sentiasa menyerlahkan ketrampilan diri sebagai tokoh-tokoh yang unggul dalam bidang-bidang yang diceburi seperti kependitaan, ulama, pahlawan, karyawan dan sebagainya, maka berlebih lagilah wujud kecemburuan dan kedengkian pada golongan mereka yang mudah menambat hati umat Islam.
Kaum Khawarij yang diasaskan pada zaman Sayyidina ‘Ali juga merupakan satu lagi kelompok musuh yang nyata bagi ahlul-bait kerana di atas pegangan radikal mereka telah mengisytihar perang keatas cucu-cicit Nabi yang mereka anggap sebagai telah sesat. Kerabat ahlul-bait juga terdedah kepada bahaya kaum Syiah pelampau yang telah menyimpang jauh dari ajaran, pegangan dan prinsip asal para penyokong Khalifah ‘Ali.
Begitulah latar belakang siasah bumi Arab yang memberi kesan secara langsung kepada ahlul-bait awallun dan para pengikut mereka. Dengan diwarnai oleh senario politik yang bergejolak ini, maka sesetengah ahlul-bait yang pekat darah kepahlawanan dan kepimpinan menyahut cabaran untuk berhadapan dengan musuh-musuh politik mereka. Sebahagian ahlul-bait yang lebih pekat darah kewalian dan kependitaan berpuashati dengan mendambakan diri dalam kerja-kerja ibadah, menceduk telaga-telaga ilmu agama yang tidak pernah kontang serta memenafaatkan ilmu bagi diri dan ummat. Sebahagian ahlul-bait lagi yang pekat dengan darah ke dai’eeannya terus sahaja menyibukkan diri bermusafir ke merata alam menyebarkan dakwah ilal-‘Lah dengan luhur dan gigih.
Sesungguhnya telah ditakdirkan Allah SWT jua bahawa kebanyakan mubaligh ahlul-bait yang berhijrah ke bumi Nusantara mempunyai darah kependitaan dan sifat kedai’eean yang tinggi. Hanya apabila dilantik sebagai raja yang memerintah ataupun terdedah kepada ancaman musuh dan keperluan berperang atas nama jihad, maka mereka baru menunjukkan bakat semulajadi sebagai pemimpin masyarakat dan bakat kepahlawaan perkasa yang selama ini sebenarnya terpendam dalam darah daging mereka, sedia menanti untuk diupayakan bila-bila sahaja perlu.
Berbeza dengan latar belakang sosio-politik Arab yang menindas keturunan Rasulullah ï·º secara bersambung-sambung, layanan baik, penghormatan serta kemuliaan yang mereka terima daripada penguasa-penguasa tempatan di rantau Nusantara ini merupakan sesuatu yang amat menyejukkan hati mereka. Berita baik ini sudah tentu tersebar luas di kalangan mereka, apatah lagi dengan khabar bahawa pemerintah Pasai dan Melaka mendapat Islam atas perintah Rasulullah ï·º sendiri.
Jikalau di bumi Arab mereka dianggap sebagai ancaman kepada para penguasa atas kedudukan mereka yang dimulia dan diutamakan dalam ajaran Islam sendiri, tetapi di bumi Nusantara mereka bukan sahaja tidak dianggap sebagai ancaman atau saingan, malahan para penguasa serta pembesar masyarakat tempatan amat berbesar hati jikalau mubaligh dan ulama ahlul-bait yang datang dapat menerima pelawaan mereka untuk bersemenda (menjalinkan hubungan perkahwinan dengan puteri-puteri pemerintah), menjadi penasihat pemerintah atau dilantik sebagai pemerintah sendiri.
Ringkasnya, perbezaan ketara diantara benua Arab dan Alam Nusantara dari aspek layanan yang diberikan kepada ahlul-bait Rasulullah ï·º menjadi satu lagi faktor tarik-tolak yang menyebabkan kemunculan ahlul-bait Gelombang Pertama secara besar-besaran di kawasan Alam Melayu ini.
KEEMPAT;
Kedudukan Syarif-Syarif Mekah
Sebagai zuriat Rasulullah ï·º yang bertanggungjawab menjaga dua Haramain suci, iaitu kota Mekah dan Madinah, Syarif-syarif Mekah bukan sahaja diberikan taraf ‘autonomi’ oleh mana-mana dinasti (selepas tamatnya Dinasti Umaiyyah dan Abbassiyyah) yang mengambil tanggungjawab sebagai pusat khilafah, malahan dinasti-dinasti ini merasakan perlu mencurahkan khidmat dan ‘menaungi’ Syarif-syarif Mekah sebagai satu amanah agama yang perlu dipikul. Contohnya dinasti-dinasti Fatimiyyah, Ayyubiyyah dan empayar Othmaniyyah yang memerintah hampir enam kurun lamanya itu semuanya mempunyai hubungan yang istimewa dengan Syarif-syarif Mekah.
Syarif-syarif Mekah bukan sahaja dianggap sebagai pusat kerohanian ummah sedunia, malahan mereka juga mempunyai hak tersendiri untuk memberi ijazat atau ‘menobat’ pemerintah-pemerintah umat Islam. Ini bermakna Syarif-syarif Mekah tidak memerlukan pengiktirafan dari pusat khilafah untuk menobatkan seseorang pemerintah, mana-mana daulah yang mendapat nobat daripada Syarif-syarif Mekah akan terus diakui oleh khalifah ummah.
Upacara ‘penobatan’ atau perlantikan seseorang pemerintah umat Islam adalah merupakan sebahagian daripada tuntutan syariat yang dapat memastikan wujudnya kesinambungan kepada rantaian ikatan kerohanian pemerintahan umat Islam yang bermula dari zaman Rasulullah ï·º itu. Raja-raja Islam zaman dahulu kala menerima nobat mereka secara langsung samada dari pemerintah terdahulu yang berantai sehingga kepada pemerintah pertama yang mengambil nobat dari pusat Khilafah, Syarif-syarif Mekah ataupun kesultanan-kesultanan besar yang telah terlebih dahulu mendapat nobat daripada Mekah atau Khalifah.
Sebagai tanda penobatan sesebuah Daulah Islamiyyah itu, lazimnya pusat khilafah atau Syarif-syarif Mekah akan mengirim alat-alat kebesaran kepada kesultanan tersebut (sebagaimana yang dibuat oleh Syarif Mekah pada kesultanan Pasai). Penobatan seseorang raja oleh Khalifah atau Syarif Mekah bukan sahaja sebagai tanda taat setia sesebuah daulah Islam itu kepada khalifah sebagai tonggak kepimpinan ummah sedunia, malahan ianya dapat mewujudkan suatu rangkaian ikatan kerohanian dengan Syarif-syarif Mekah yang berantai sehingga zaman Rasulullah ï·º. Ikatan yang ampuh ini menjadi lambang kedaulatan, kesatuan dan kekuatan ummah yang sukar diganggu gugat oleh musuh-musuh agama selama mana pemerintah-pemerintah ini tidak mengkhianati sumpah yang dilafazkan semasa mereka ditabalkan.
Ini dapat menjelaskan mengapa penobatan Raja Pasai yang pertama serta pengislaman Raja Melaka dengan titah Syarif Mekah merupakan peristiwa-peristiwa penting dan amat bersejarah sebagai titik tolak bermulanya Alam Nusantara sebagai pusat perkembangan dan tamadun Islam yang pesat. Dengan pertabalan mereka, Raja-raja Islam ini bukan sahaja mendapat pengiktirafan sebagai zilul ‘Lah fil ard, ukhuwwah yang terjalin dengan pusat khilafah sebagai penaung kepada Syarif-syarif Mekah langsung dapat dimenafaatkan melalui hubungan dagangan, perutusan-perutusan diplomatik, penghantaran alim-ulama dari pusat ilmu Islam seperti di Mekah dan Madinah untuk tujuan penyebaran dan pendidikan Islam, serta bantuan ketenteraan jika perlu. Hubungan diplomatik yang terjalin diantara Alam Melayu dan Syarif-syarif Mekah inilah yang menjadi satu lagi faktor penting kedatangan ahlul-bait Rasulullah ï·º Gelombang Pertama di rantau ini.
KELIMA;
Kedudukan Mazhab Syafiee di Alam Melayu
Imam Syafiee dilahirkan dalam tahun 764M di Gazza, Palestin. Ketika umurnya 48 tahun, beliau menjadi Mujtahid Mutlak di Baghdad dan menyusun kitab Risalah dalam usul Feqah yang diberi nama Al-Hujjah, iaitu yang disebut sebagai Mazhab Qadim bagi Imam Syafiee itu. Apabila Imam Syafiee berpindah ke Mesir, beliau mendalami serta memperluaskan ilmunya dan mengarang kitab-kitab, antara yang terkenal ialah Al Umm . Semua kitab yang dikarangnya di Mesir merupakan akhir pendapatnya dalam Feqah Islam dan inilah yang disebut sebagai Mazhab Jadid (Mazhab Baru).
Imam Syafiee merupakan keturunan dari kerabat Rasulullah ï·º yang diketahui amat mencintai, setia dan memuliakan ahlul-bait Baginda. Dikatakan semasa menjadi pegawai pemerintah dalam daerah Najran di negeri Syam (Syria), Imam Syafiee rajin mengunjungi majlis-majlis yang diselenggerakan oleh kaum Thalabiyyin (kerabat Rasulullah ï·º). Dalam majlis-majils tersebut, beliau lebih suka berdiam diri sedangkan Imam Syafiee di kala itu telah pun diketahui sebagai seorang yang terpelajar. Apabila ditanya mengenai sikapnya, ia hanya menjawab: “Aku tidak mahu berbicara dalam majlis yang mereka hadiri, sebab mereka lebih berhak atas kepimpinan dan keutamaan.”
Imam Syafiee juga pernah ditanya mengenai sikapnya terhadap ahlul-bait Rasulullahï·º yang dijawabnya: “Jika saya wajib mencintai kaum kerabat dan kaum keluargaku-jika mereka itu orang-orang yang bertaqwa-apakah bukan bahagian dari agama jika saya mencintai kerabat Rasulullah ï·º jika mereka itu orang-orang yang bertaqwa?
Beliau juga pernah menulis mengenai ahlul-bait dalam salah satu bait syairnya:
“Jika kecintaan kepada Aal (Ahlul-Bait) Muhammad dituduh Syiah Rafidhi maka saksikanlah hai manusia dan jin bahawa aku adalah Rafidhi.”.
Dalam syair yang lain, Imam Syafiee pernah menulis :“Hai Ahli-Bait Rasulullah (ï·º), mencintai kalian kewajipan dari Allah diturunkan dalam Al-Quran, cukuplah bukti betapa tinggi mertabat kalian tiada solat tanpa salawat bagi kalian.”
Begitu besar kecintaan dan kemuliaan yang diberikan oleh Imam Syafiee kepada ahlul-bait Nabi ï·º, sehingga dalam masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, nyaris kepalanya dipenggal kerana difitnah bersepakat dengan kaum Thalabiyyin untuk menggulingkan khalifah dan menaikkan ahlul-bait sebagai Amirul Mukminin.
Di Mesir, Imam Syafiee diketahui seringkali menghadiri majlis-majlis ilmu yang diselenggarakan oleh Sayyidatina Nafisah, seorang ahlul-bait Rasulullah ï·º yang terkenal atas kealiman dan kekeramatannya. Imam Syafiee berpeluang mendengar banyak Hadeeth Rasulullah ï·º daripada Sayyidatina Nafisah yang tidak pernah didengarinya sebelum itu. Dalam kesempatan yang ada, beliau akan mengutarakan ijtihad-ijtihad yang dilakukannya kepada Sayyidatina Nafisah. Begitu tinggi kemuliaan dan kepercayaannya pada Sayyidatina Nafisah sehinggakan setiap kali apabila Imam Syafiee sakit, beliau akan menghantar orang berjumpa Sayyidatina Nafisah meminta dido’akan kesembuhannya seperti yang telah diutarakan pada bahagian awal buku ini.
Kesimpulannya, sikap yang ditonjolkan oleh Imam Syafiee semasa hayatnya ke atas ahlul-bait Rasulullah ï·º dalam masa khalifah-khalifah Abbasiyyah menunjukkan permusuhan yang nyata kepada golongan mereka merupakan sesuatu yang amat dihargai oleh para ahlul-bait. Kebetulan ketokohan Imam Syafiee berkembang sebagai mutjahid terulung dan membuat Mazhab Jadidnya semasa beliau berada di Mesir yang diketahui sebagai kerajaan yang amat bersimpati dan melindungi ahlul-bait Rasulullah ï·º dari kekejaman penguasa Dinasti Abbasiyyah . Kebetulan pula ahlul-bait Rasulullah ï·º memilih Mazhab Syafiee sebagai mazhab rasmi mereka .
Dalam konteks perkembangan Mazhab Syafiee di Alam Melayu, mengikut perjalanan mazhab tersebut semenjak abad ke 9 Masihi, ianya telah berkembang pesat di Mesir, Iraq, Parsi, Khurasan, Asia Tengah, Telur Parsi, Hadhramaut dan Malabar . Mubaligh-mubaligh Arab, Parsi, India dan Hadhramaut adalah pengikut Mazhab Syafiee dan bertanggungjawab mengembangkan mazhab tersebut ke Alam Melayu secara langsung daripada negeri masing-masing atau datang melalui negeri-negeri lain.
Contohnya, selama 700 tahun Farsi berada di bawah naungan Mazhab Syafiee, ianya mempengaruhi perkembangan Mazhab Syafiee di Alam Melayu, secara langsung dari Parsi atau dari Parsi melalui India dan China. Demikian juga Mazhab Syafiee berkembang di Yaman, Hijaz dan di kawasan Teluk Parsi, mubaligh-mubaligh dari negeri-negeri tersebut juga datang mengembangkan Islam di Alam Melayu. Para ulama Syafiee yang kebanyakan ulama tasawuff yang berdakwah di kepulauan Melayu terkenal dengan sifat berlemah lembut serta berbudi bahasa. Ini menyebabkan Islam mudah tersebar luas di kalangan masyarakat tempatan sehingga menjadikan Mazhab Imam Syafiee ini sebagai yang mula-mula berkembang dengan pesatnya di rantau ini.
Ringkasnya, kemajuan Mazhab Syafiee dalam kesultanan Pasai untuk tempuh hampir seabad lamanya telah menjadi daya penarik bagi kedatangan ulama-ulama Islam dari negeri lain, terutamanya yang bermazhab Syafiee pula sehingga Pasai menjadi pusat ilmu dan intelektual Islam di Alam Nusantara, khususnya dalam perkembangan Mazhab Syafiee.
Oleh itu dalam konteks kehadiran ahlul-bait Gelombang Pertama di Alam Melayu, faktor pendirian Imam Syafiee terhadap golongan ahlul-bait, perkembangan mazhab tersebut dalam kesultanan Pasai dan kemudiannya Melaka, serta faktor para mubaligh dan alim-ulama ahlul-bait Rasulullah ï·º sendiri yang sememangnya bermazhab Syafiee, menjadikan Alam Nusantara pilihan utama bagi kedatangan mereka secara beramai-ramai.
Wallahu 'alam bissawab
C&P: 31 AUGUST 2021 / 22 MUHARRAM 1443H: 10.23 AM

Monday, 30 August 2021

UNTUK KITA RENUNGKAN> BANI JAWI..

Posted by Eddy Ezwan > FB Alam Melayu Merindu

Prof. Khoo Khay Kim pernah berkata “Tanah Melayu ini bukan sebarangan tanah”. Mengapa?
Ibn Athir pula berpendapat bahawa Bani Jawi yang kaya dengan sopan santun ini berasal dari keturunan anak cucu Nabi Ibrahim AS dengan isterinya yang bernama Qatura atau Keturah. Benarkah hal ini?
“Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah.”.
(Surah Hud Ayat 75.)
WUJUDKAH MANUSIA BERNAMA KETURAH atau QANTURAH INI?
Qatura atau Keturah dan anak-anaknya kemudiannya dikatakan telah berpindah ke arah timur setelah diperintahkan oleh Nabi Ibrahim AS dan dipercayai berkembang merupakan nenek moyang kepada agama Hindu, Buddha dan Shinto.
Di dalam kitab Injil versi King James tertera di dalamnya nama Keturah.
Abraham again took a wife, and her name [was] KETURAH.
(Genesis 25:1)
And the sons of Midian [were] Ephah, Epher, Hanoch, Abidah, and Eldaah. All these [were] the children of KETURAH.
(Genesis 25:4)
Now the sons born to KETURAH, Abraham’s concubine, [were] Zimran, Jokshan, Medan, Midian, Ishbak, and Shuah.
(1 Chronicles 1:32)
Adakah hal ini bermaksud kita perlu percaya kepada kitab Injil hari ini? Sama sekali tidak…
Ini kerana kitab Injil hari ini tak ubah sebagai sebuah buku sejarah yang telah digubah dan diolah berkali-kali. Di dalamnya kini terkandung secara bercampur-baur di antara wahyu kepada para nabi, hadith para nabi terdahulu, kalam para ulama, nukilan para sejarawan dan kesalahan-kesalahan aneh sama ada yang disengaja atau tidak disengajakan.
Namun kita tetap perlu ingat bahawa segala maklumat yang dinyatakan di dalam Kitab Perjanjian Lama itu ada yang boleh diterima dan ada yang tidak.
Dalam menyingkap pendapat ahli-ahli kitab, termasuk semua yang termuat dalam Injil dan Taurat kita hendaklah bersikap berhati-hati. Di antara pendapat itu, ada yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, ada yang menyimpang dan ada pula yang di tengah-tengah (tidak sesuai namun tidak pula bertentangan).
DI TENGAH TENGAH...
Bagi pendapat yang di tengah-tengah… Rasulullah SAW memerintahkan untuk diabaikan, tidak dibenarkan, tetapi jangan pula didustakan. Seorang Muslim tetap dituntut untuk berhati-hati kerana sifat ahli-ahli kitab banyak dicela Allah SWT.
Seperti Imam Mahadi AS, kisahnya atau namanya tidak disebut di dalam Al-Quran tetapi disebut oleh Nabi SAW. Allah SWT mempunyai rahsianya yang tersendiri kita yang kita tidak mampu selongkar.
Mengenai Dzulkarnain pula, ada disebut di dalam Al-Quran tetapi hingga kini masih ramai tertanya-tanya siapakah Dzulkarnain yang sebenarnya telah memenjarakan Yakjuj & Makjuj.
“Dan berkatalah Ibrahim : Sesungguhnya aku akan berpindah (berhijrah) ke tempat yang diperintahkan Tuhanku, sesungguhnya Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(SURAH AL ‘ANKABUUT: Ayat 26)
Nabi Ibrahim AS dan Nabi Lut AS diperintahkan ke sebuah negeri, cuma pentafsir mengandaikan negeri tersebut adalah Syam dalam Palestin, kerana negeri tersebut dikatakan tempat para nabi tetapi masalahnya Allah SWT tidak memberitahu pun nama negeri tersebut dan sekarang ini kita lihat apa yang terjadi dengan Palestin.
PERANCANGAN ALLAH..
Zionist membunuh rakyat Palestin semata-mata kerana percaya tanah Palestin itu adalah “The Promised Land” mereka ataupun tanah yang dijanjikan. Lihat betapa hebatnya perancangan Allah SWT.
Mengapa Keturah tidak disebut oleh Allah SWT dalam Al-Quran dan Nabi SAW pun tak sebut dalam mana-mana hadisnya kerana jika Al-Quran ada menyebut Keturah itu seorang melayu, ini akan menjelaskan secara terang kepada zionis, bahawa bangsa Melayu berhubung-kait dengan bangsa yahudi. Maka nasib Melayu akan sama seperti bangsa Afghanistan sekarang di mana nama “Khurasan” terkait dgn PANJI HITAM DARI TIMUR dan DAJJAL…
Orang Melayu merupakan antara bangsa tertua di dunia yang masih bertahan dalam lipatan sejarah. Daripada zaman nenek moyang mereka, Lemuria sehinggalah zaman banjir besar, beratus-ratus kerajaan tumbang, beratus-ratus bangsa telah pupus di dunia tetapi orang Melayu masih kekal bertahan.
Semua rahsia ini berkaitan dengan golongan umat Islam akhir zaman selepas kewafatan Rasulullah SAW. Mengenai Imam Mahdi al-muntazar a.s. dan peperangan yang bakal berlaku tidak lama lagi… sengaja Allah sembunyikan buat masa ini. ALLAH SWT ada perancangaNya sendiri.
============================
CREADIT:Zul Segamat..

Copy and paste: 30 Ogos 2021 / 21 Muharram 1443H: 5.22 am