ZULHEIMY MAAMOR

Friday, 13 March 2020

Detik-Detik Jatuhnya Benteng Thedosius Strategi Al Fatih Taklukkan Konstantinopel

Oleh : Subhan Mustafhfirin (FB Sejarah Alam Melayu)
Konstantinopel merupakan salah satu negara terkuat saat itu, 1100 tahun kaum muslimin berusaha menaklukkannya sejak keluar dari bibir Rasululllah :
Beliau bersabda “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” 
[H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].
Konstantinopel awalnya dibangun oleh orang-orang Yunani dari Megara, kota sebelah barat Athena, pada 660 SM.
Koloni Yunani itu didirikan di tempat yang dikenal sebagai Bukit Pertama dari tujuh bukit yang terletak di antara perairan Teluk Golden Horn dan Selat Bosporus, tempat air keduanya bertemu dan mengalir bersama menuju Laut Marmara.
Ketika Kaisar Konstantin memutuskan untuk memindahkan pusat kerajaannya ke Romawi Timur, dia mulai membangun Konstantinopel pada 330 M.
Mulailah dibangun perbentengan yang melingkupi empat bukit. Tembok tak hanya dibangun di sisi laut, tapi juga sisi daratan.
Lalu, pada 448 M, Kaisar Theodisius II membangun tembok baru sepanjang satu mil yang kemudian bisa menutupi seluruh tujuh bukit.
Enam bukit Konstantinopel menjulang berjajaran di sepanjang pesisir selatan Golden Horn, sementara bukit ketujuh terletak di pojok barat daya kota menghadap ke Laut Marmara.
Enam bukit dan bukit ketujuh dipisahkan oleh lembah da lam dari Sungai Lycus yang mengalir ke kota melalui bawah tembok Theodosian, lalu menuju ke Laut Marmara. Pada Istanbul modern, aliran Sungai Lycus telah dibangun menjadi sebuah kanal.
Menurut John Freely dalam bukunya A History of Ottoman Architecture,pada abad ke-5 M kota Bizantium itu telah dikelilingi oleh tembok pertahanan yang sangat kuat.
Benteng terbentang dari Golden Horn sampai ke Laut Marmara melindungi bangunan akropolis di puncak Bukit Pertama dan bagian bawah kota beserta pelabuhan yang terletak di mulut Golden Horn.
Bagian utara kota yang terletak di seberang Golden Horn lebih dikenal dengan nama Galata atau Pera.
Pada masa akhir kekuasaan Bizantium, Galata diperkuat dengan benteng yang dibangun oleh orang-orang Genoa, Italia.
Di puncak perbentengan itu, dibangun Menara Galata yang kemudian disambung dengan tembok-tembok yang kokoh menuju ke Selat Bosporus dan Golden Horn.
Kelak ketika Konstantinopel di pesisir selatan Golden Horn jatuh ke tangan Sultan Fatih pada 29 Mei 1453 maka perbentengan Galata langsung menyerah pada hari itu juga tanpa perlawanan.
Benteng Konstantinopel sendiri dibangun dengan 3 lapis pertahanan:
Pada lapis pertama terdapat parit yang dipagari tembok-tembok keras. dibuat tahun 300-an Masehi oleh Kaisar Konstantin I dan belum pernah runtuh sampai 1453 M. Kalau kita hitung, tembok konstantinopel kokoh selama 1123 tahun.
Parit itu panjangnya 20 meter, dalamnya 10 meter. siapapun pasukan yang mencoba berenang akan dipanah dari lapis kedua. Lapisan kedua terdiri dari pasukan pemanah dan pasukan penyiram minyak.Lapisan kedua tingginya 5 meter, tebalnya 3 meter.
Lapisan ketiga, ada pasukan pemanah, pelempar batu dan penyiram minyak. tinggi lapisan ketiga 8 meter, tebal 5 meter.
Sultan Fatih merupakan putra Sultan Murad II dari seorang selir, Hüma Hatun. Nama Mehmed diberikan sang ayah sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Ia dilahirkan di Edirne, ibukota Turki Ottoman saat itu pada 30 Maret 1432 M.
Sesuai tradisi Utsmani, Mehmed II yang seorang şehzade ( Pangeran yang menjadi Putra Mahkota ) diperintahkan untuk memerintah Amasya pada usia 11 tahun. Pada tahun 1444, ia dinobatkan sebagai Sultan Turki Ottoman pada usia 12 tahun.
Dua tahun kemudian, ketika gabungan pasukanThe Crussader/Tentara Salib yang dipimpin oleh János Hunyadi dari Hungaria menyerang Turki Ottoman, sang Ayah Murad II kembali naik takhta atas saran dari seorang penasihatÇandarlı Halil Pasya.
Al Fatih resmi menjadi Sultan ke-7 Turki Ottoman pada usia 19 tahun, ia naik tahta untuk kedua kalinya pada tahun 1451 menggantikan sang ayah yang wafat . Setelah menjadi sultan, salah satu keinginan terbesarnya adalah menaklukkan Konstantinopel.
Semenjak hari pertama menjadi sultan, Mehmed II telah mematrikan tekad untuk mewujudkan cita-cita leluhurnya, menaklukkan Konstantinopel.
Oleh karena itu, ia segera menyiapkan segala sesuatunya untuk mewujudkan cita-cita itu. Birokrasi kerajaan ia rapikan. Tentara perang ia tata. Strategi ia matangkan.
Bagi Mehmed II menaklukkan Konstantinopel memang tidak mudah. Sebagai benteng Kristen di Eropa dan Asia, tentu pasukan Salib akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan diri.
Ini terbukti bahwa sejak kakek buyutnya penaklukan Konstantinopel tak pernah bisa terwujud. Sudah ratusan ribu pasukan telah dikerahkan, namun benteng Konstantinopel tak bisa ditembus.
Pada masa kakeknya misalnya, pasukan Turki Ottoman telah berhasil mengepung Konstantinopel sehingga bisa memaksa Kaisar Konstantinopel pada waktu itu menyerah.
Akan tetapi, keberhasilan yang sudah berada di depan mata itu akhirnya berantakan ketika tentara Mongol yang dipimpin Timurlenk menyerang Turki Ottoman.
Menghadapi kondisi yang sulit tersebut maka mau tak mau kakek Mehmed II, Bezayid, menarik pasukannya dari Konstantinopel.
Belajar dari kegagalan demi kegagalan tersebut maka selain mempersiapkan kekuatan militer, Mehmed II juga mempelajari segala hal tentang Konstantinopel.
Salah satu yang ia pelajari adalah mitologi tentang kota tua itu. Sepanjang hari ia habiskan waktunya di perpustakaan.
Buku-buku kuno ia buka dan baca halaman demi halaman. Ia berusaha terus mencari rahasia di balik benteng-benteng Konstantinopel sehingga kota itu tak mudah dirobohkan.
Setelah sekian lama menyusuri isi buku demi buku akhirnya Mehmed II menemukan apa yang dicarinya.
Dalam sebuah buku dijelaskan tentang keyakinan rakyat Konstantinopel. Mereka, rakyat Konstantinopel, percaya bahwa kota mereka akan selalu dilindungi oleh bulan purnama.
Bagi mereka bulan purnama ibarat payung suci yang akan selalu memberikan berkah pada Konstantinopel.
Pertama kali membaca mitologi ini awalnya Mehmed II tidak begitu hirau. Akan tetapi, setelah merenungkannya akhirnya ia memperoleh pelajaran yang cukup berharga, yang kelak pelajaran tersebut akan ia gunakan ketika menyerang Konstantinopel.
Begitu mendapatkan apa yang telah dicarinya, rasa percaya Mehmed II semakin bertambah. Ia yakin Konstantinopel akan dapat dikuasai.
Kini secara mental Mehmed II telah siap. Sekarang tinggal bagaimana ia mempersiapkan pasukannya.
Turki Ottoman memang telah memiliki Yanisari, sebuah pasukan khusus yang andal. Tapi Mehmed II menyadari kalau hal ini tidak akan cukup untuk bisa mengalahkan Konstantinopel.
Maka ia mengundang beberapa ahli pembuatan mesiu dan pengolahan logam. Selama beberapa hari mereka mengadakan diskusi yang mendalam tentang pembuatan senjata baru.
Dan, akhirnya pada tahun 1452 mereka mampu mengembangkan meriam jenis baru. Meriam ini diberi meriam Balica yang dirancang oleh Orhan seorang teknisi Hongaria.
Sebuah meriam raksasa dengan panjang 8,2 meter, diameter 760 centimeter, mampu melontarkan bola besi seberat 680 kg sejauh 1,6 kilometer. Meriam ini dikenal dengan nama “The Muhammed’s Greats Gun”.
Para sejarawan mencatat bahwa meriam yang dibuat tersebut–diberi nama Meriam Raja–merupakan meriam terbesar pada masa itu, beratnya ratusan ton dan memerlukan ratusan tentara untuk mengangkatnya.
Jam telah berganti hari. Hari berganti bulan. Dan, persiapan pun semakin matang. Pada titik akhir persiapan Mehmed II telah berhasil mengumpulkan 250.000 pasukan, jumlah ini lebih besar dari kekuatan militer manapun.
Selama bertahun-tahun pasukan tersebut telah dilatih untuk menghadapi segala macam medan pertempuran.
Setelah persiapan militer ia anggap cukup, Mehmed II membuat perjanjian damai dengan musuh-musuhnya.
Perjanjian yang dibuat antara lain dengan Kerajaan Galata. Strategi ini ternyata cukup ampuh.
Adanya perjanjian-perjanjian tersebut membuat Bizantium panik. Oleh karena itu, tak mengherankan kalau mereka mencoba membujuk Mehmed II agar menghentikan serangan. Akan tetapi, usaha itu sia-sia. Mehmed II bergeming. Ia teguh pada pendiriannya.
Strategi selanjutnya yang dilakukan Mehmed II adalah menguasai kota Rumeli. Kota ini terletak di Selat Bhosphorus, di antara tebing yang memisahkan Eropa dan Asia.
Di tepi selat Bosporus, dahulu di bagian wilayah Otoman, Anatolia (asia kecil) dibangun benteng Anadolu Hisari oleh Sultan Beyazid I (buyut Al-Fatih) untuk pertahanan dari serangan Byzantium.
Pada tahun 1452, Sultan Al-Fatih, membangun di sisi seberangnya, di wilayah Eropa, benteng Rumeli Hisari, tingginya 82 meter dan dilengkapi 7 menara citadel. Sehingga benteng itu seperti benteng kembar yang saling berhadapan, menjaga selat Bosporus.
Pembangunan benteng itu sangat dikhawatirkan oleh pihak Byzantium, Kaisar sudah bisa membaca betapa dirugikannya mereka dengan pembangunan benteng itu.
Al-Fatih terus melakukan pembangunan benteng tersebut, dan hanya memerlukan waktu 4 bulan saja untuk menyelesaikan pembangunan benteng Rumeli Hiseri.
Adapun tujuannya adalah : pertama, mengantisipasi pengiriman senjata dari luar untuk keperlun perang Konstantinopel.
Kedua, memotong jalur logistic yang menjadi modal dan perbekalan peperangan. Ketiga, menjaga bala bantuan masuk ke Konstantinopel. Keempat, mengkontrol arus lalu lintas di selat Bosporus.
Untuk keperluan itu, di kedua benteng itu dipasang Meriam ke arah selat dengan daya jangkau tembakan yang sangat akurat. Strategi pembangunan benteng Rumeli Hiseri ini benar-benar persiapan yang sangat tepat untuk memulai perang panjang menaklukan Konstantinopel.
Dengan pembangunan benteng tersebut, urat nadi Konstantinopel menjadi terputus, karena selat Bosphorus sebagai jalur utama transportasi dan perdagangan ke Konstantinopel menjadi di bawah kendali Al Fatih.
Sejak lama kota ini mempunyai peran yang penting bagi pelayaran dunia. Kapal dari Eropa yang hendak ke Asia, dan begitu sebaliknya, selalu melalui kota ini.
Dengan direbutnya kota tersebut oleh pasukan Mehmed II maka jalan untuk menguasai Konstantinopel tinggal sejengkal lagi.
Pasukan telah dikerahkan meninggalkan ibu kota Turki Ottoman. Di barisan paling depan panji-panji bulan sabit berkibar-kibar tertepa angin. Di belakangnya para prajurit berjalan dengan tatapan penuh dengan keyakinan.
Ketika kaki-kaki mulai meninggalkan gerbang kota, rakyat berdiri di pinggir jalan, memberikan semangat pada pasukan yang akan maju berperang.
Hal ini tentu saja menambah semangat para prajurit semakin bergemuruh. Mereka semakin yakin kalau kemenangan itu akan datang.
6 April 1453 dan hari-hari berikutnya Pasukan Turki Ottoman sampai di pintu gerbang Konstantinopel. Begitu sampai di tempat tersebut Sultan Mehmed II segera berpidato pada pasukannya.

Dalam pidatonya Sultan Mehmed II menyampaikan bahwa tinggal selangkah lagi mengalahkan Konstantinopel, dan tinggal umat Islam sendiri mau atau tidak mewujudkan impian itu.
Pidato itu disambut dengan suka cita oleh para pasukan. Semangat mereka membuncah. Suara teriakan mereka membelah cakrawala Konstantinopel.
Keesokan harinya, Sultan Mehmed II membagi pasukannya menjadi tiga lapis. Lapis pertama terdiri dari kesatuan Yanisari dan pasukan terlatih lainnya. Mereka ini bertugas menembus benteng Konstantinopel.
Kemudian lapisan kedua dan ketiga terdiri dari pasukan penyangga yang bertugas membantu pasukan lapisan pertama. Dengan posisi ini diharapkan serangan dapat dilakukan secara terus-menerus.
Sejarah Yanisari tak bisa dilepaskan dari munculnya Kapikulu. Kapikulu merupakan pasukan khusus yang pada awalnya digunakan untuk mengawal dan melindungi keluarga kerajaan. Sebagian besar anggota Kapikulu merupakan tawanan perang yang kemudian memluk agama Islam.
Mereka ini kemudian dilatih untuk menjadi pribadi-pribadi yang tangguh dengan tugas utama mengawal raja dan keluarga kerajaan dari ancaman musuh.
Nah, dari anggota Kapikulu yang terbaik inilah kemudian direkrut menjadi anggota Yanisari.
Keanggotaan Yanisari semakin meningkat ketika Murad II (Mehmed I, ayah Mehmed II) naik tahta. Selain untuk melawan kekuatan Orde Naga, pasukan khusus yang dimiliki pasukan Salib, Yanisari juga digunakan untuk melindungi sang Sultan dari serangan lawan-lawan politik—masa Murad II merupakan masa perang saudara yang berlangsung cukup lama.
Sebagai anggota Yanisari selain mengambil prajurit terbaik dari Kapikulu, Murad II juga merekrut pemuda-pemuda Turki dan sanak keluarganya.
Sebagai pasukan khusus dan organisasi rahasia, perekrutan Yanisari sangat tertutup.
Siapapun yang menjadi anggota Janisari maka keluarganya tidak ada yang mengetahui. Dan, kerahasiaan tersebut akan dijaga sampai ajal menjemput. Guna menjaga agar kerahasiaan tersebut tetap terjaga maka sistem perekrutan yang digunakan adalah berdasarkan sistem keluarga.
Misalnya, ketika sang bapak menjadi anggota Janisari maka ia akan merekrut anak tertuanya. Biasanya sang anak akan benar-benar direkrut setelah menginjak usia 24 atau 25.
Tradisi inilah yang terus dijaga oleh Janisari sampai berabad-abad kemudian. Anggota Janisari mendapatkan gaji tetap dari kerajaan yang akan dibayarkan setiap tiga bulan sekali.
Mereka juga diberikan semacam lencana khusus oleh Sultan untuk membedakan dengan prajurit lainnya. Lencana inilah yang akan diwariskan kepada anaknya bila si bapak akan pensiun.
Sebagai pasukan khusus, anggota Janisari dilengkapi dengan senjata api. Pada masanya, senjata api merupakan senjata paling modern, sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menggunakannya. Selain senjata api mereka juga dilengkapi dengan granat tangan.
Selain dilatih cara berperang, anggota Janisari juga dilatih ketrampilan lainnya. Ketrampilan-ketrampilan yang diajarkan adalah cara memasak, mengobati, menyiapkan senjata, memasang tenda, dan kerja-kerja teknis yang lainnya.
Dengan kemampuan yang beragam tersebut diharapkan anggota Janisari mampu bertahan dalam segala situasi.
Komando Yanisari dipegang langsung oleh Sultan, Dan, hanya sultan pula yang mengetahui siapa saja yang menjadi anggota Yanisari.
Dengan sistem ini tak mengherankan kalau Janisari berkembang sangat solid dan rahasia.
Sementara itu di laut, kapal-kapal Turki Ottoman telah disiapkan pula. Empat ratus kapal sudah siap melakukan serangan dari lautan.
Dari kejauhan kapal-kapal tersebut mirip dengan kotak korek api yang tertata dengan rapi. Persiapan yang dilakukan di laut memang tak semulus di daratan.
Ketika akan memasuki Tanjung Emas, kapal-kapal tersebut terhalang oleh rantai-rantai besar yang dipasang oleh Bizantium. Sehingga banyak kapal yang berada di tempat tersebut terjebak dan akhirnya karam.
Angkatan laut Turki Ottoman berusaha mematahkan rantai-rantai tersebut, tapi tak berhasil. Situasi semakin sulit ketika pasukan salib dari Eropa datang untuk membantu angkatan laut Bizantium.
Perang panah pun terjadi di lautan. Anak-anak panah melesat seperti ribuan burung srigunting.
Kegagalan di laut tak membuat pasukan Turki Ottoman yang berada di daratan patah arang.
Mereka mulai melakukan serangan. Benteng Konstantinopel selain dihujani dengan anak panah juga dengan hantaman peluru yang berasal dari meriam.
Akibatnya, beberapa bagian benteng Konstantinopel roboh. tentu saja situasi ini membuat pasukan Bizantium panik karena selama ini belum ada yang bisa merobohkan benteng Konstantinopel.
Situasi yang semakin kritis membuat Kaisar Bizantium berusaha terus-menerus memberikan semangat pada prajuritnya.
Ia meyakinkan kalau Konstantinopel tidak akan jatuh karena akan dilindungi oleh Yesus dan Maria. Ia pun melakukan misa di gereja Hagia Sophia.
Hampir selama satu bulan pasukan Bizantium bisa mempertahankan benteng Konstantinopel.
Serangan-serangan yang dilakukan oleh pasukan Turki Ottoman memang berhasil membuat beberapa bagian benteng roboh, tapi tetap tidak bisa menembus benteng.
Inilah yang membuat semangat pasukan Bizantium meningkat. Mereka meyakini kata-kata kaisar mereka bahwa Konstantinopel akan selalu dilindungi oleh Yesus dan Maria.
Selama masa penyerangan pasukan Turki Ottoman ini, Kaisar Bizantium berusaha untuk membujuk Sultan Mehmed II.
Ia menawarkan daerah-daerah lain yang dimilikinya asalkan Sultan Mehmed II menghentikan serangan terhadap Konstantinopel.
Akan tetapi, tawaran tersebut ditolak mentah-mentah oleh Sultan Mehmed II. Sang Sultan menjawab tawaran tersebut dengan mengirimkan surat. Surat itu berbunyi:
“Wahai Kaisar Bizantium, jika engkau rela menyerahkan Konstantinopel maka aku bersumpah bahwa tentaraku tidak akan mengancam nyawa, harta, dan kehormatan rakyat Konstantinopel. Aku akan melindungi rakyatmu yang ingin tinggal dan hidup di Konstantinopel. Dan, bagi rakyatmu yang akan meninggalkan Konstantinopel maka keamanan mereka akan dijamin.”
Karena tidak ada titik temu maka pertempuran pun terus berlanjut. Pada tanggal 18 April pasukan Turki Ottoman kembali melakukan serangan besar-besaran.
Serangan ini mampu merobohkan benteng Konstantinopel yang berada di Lembah Lycos. Selain serangan darat, pasukan Turki Ottoman juga menggencarkan serangan dari laut.
Armada laut Turki Ottoman berusaha untuk menerobos rantai-rantai bergerigi yang dipasang oleh pasukan Bizantium. Akan tetapi, usaha ini belum juga menemukan keberhasilan. Akibatnya banyak kapal perang Turki Ottoman yang tenggelam.
Hal ini menyebabkan sebagian besar pasukan yang ada di laut pupus harapan. Pada kondisi seperti ini Sultan Mehmed II segera memberikan suntikan semangat pada prajuritnya. Ia berkata,
“Kalian tawan semua kapal Bizantium atau kalian semua tenggelam.”
Selesai mengucapkan kata-kata itu ia memacu kudanya sampai ke bibir pantai. Lecutan semangat dari sang Sultan itu mampu membangkitkan kembali moral pasukan Turki Ottoman.
Mereka kembali bertempur, berusaha menerjang rantai-rantai di lautan. Namun sekali lagi usaha ini tidak berhasil.
Pasukan laut Bizantium yang telah bergabung dengan pasukan Salib berhasil menghadang gerak maju pasukan Turki Ottoman.
Kegagalan serangan laut itu membuat gusar Sultan Mehmed II. Ia segera memecat panglima angkatan laut, Palta Oglu, menggantikannya dengan Hamzah Pasha.
Sementara itu, moral prajurit Turki Ottoman kembali meluruh. Keadaan inilah yang mendorong Khalil Pasha, wazir Turki Ottoman, mengusulkan pada Sultan Mehmed II untuk membatalkan serangan dan menerima kesepakatan yang ditawarkan oleh Kaisar Konstantinopel.
Jelas, usul tersebut ditolak mentah-mentah oleh Sultan Mehmed II. Sebagai pewaris Kesultanan Turki Ottoman ia tidak akan menyerah begitu saja.
Maka ia berpikir keras agar jalan buntu itu bisa diurai. Ia mempunyai keyakinan pasti ada jalan keluar untuk bisa menerobos Tanjung Emas.
Dan benar, setelah berpikir dengan serius akhirnya Sultan Mehmed II menemukan ide yang menakjubkan, yaitu memindahkan kapal dari lautan lewat darat.
Begitu mendapatkan ide “gila”, pada malam harinya Sultan Mehmed II memerintahkan agar prajuritnya memindahkan kapal perang dari laut ke darat.
Awalnya ide ini dijalankan dengan setengah hati oleh para prajurit Turki Ottoman karena mengira Sultan mereka telah gila akibat tidak berhasil melakukan serangan dari laut.
Akan tetapi, setelah Sultan Mehmed II menjelaskan secara rinci bagaimana cara memindahkan kapal-kapal itu, mereka mulai bisa menerima.
Awalnya Sultan Mehmed II memerintahkan pada prajuritnya untuk mengumpulkan kayu gelondongan dan minyak goreng. Kayu-kayu tersebut kemudian diolesi dengan minyak goreng sehingga menjadi licin.
Setelah semuanya siap kemudian sang sultan memerintahkan agar kapal-kapal perang mulai ditarik ke daratan dengan menjadikan kayu-kayu gelondongan sebagai rodanya.
Para prajurit bekerja keras menjalankan perintah sultannya. Mereka terus bekerja sepanjang malam.
Pada malam itu, dengan diterangi bintang gemintang, kapal-kapal perang Turki Ottoman mulai berlayar di daratan. Kapal-kapal tersebut melintasi lembah dan bukit.
Sebuah peristiwa yang kelihatannya tidak masuk akal. Akhirnya, berkat kerja keras pasukan Turki Ottoman, ketika pagi telah pecah di ufuk timur, 70 kapal perang Turki Ottoman telah berpindah lokasi, berhasil melintasi Tanjung Emas lewat daratan, melintasi Besiktas ke Galata.
Rakyat Bizantium begitu terkejut melihat peristiwa “kapal-kapal yang berlayar di daratan”. Mereka tak percaya dengan kejadian yang mereka lihat.
Karena tak percaya, sebagian dari mereka menggosok-gosok mata, dan sebagian yang lain mencubit diri mereka sendiri untuk memastikan bahwa semuanya bukan mimpi.
Tapi kenyataan memang kenyataan. Setelah yakin bahwa peristiwa yang mereka lihat adalah kenyataan, tuduhan-tuduhan pun mulai terlontar.
Sebagian dari mereka berpandangan bahwa pasukan Turki Ottoman pastilah dibantu oleh jin dan setan.
Sementara itu, Yilmaz Oztuna, penulis buku “Osmanli Tarihi”, menceritakan bagaimana seorang ahli sejarah Bizantium berkata,
“Tidaklah kami pernah melihat atau mendengar hal ajaib seperti ini. Muhammad al-Fatih telah menukar darat menjadi lautan, melayarkan kapalnya di puncak gunung dan bukannya di ombak lautan. Sesungguhnya Muhammad al-Fatih dengan usahanya ini telah mengungguli yang pernah dilakukan Alexander the Great!”
Begitulah keajaiban itu terjadi. Sampai saat ini usaha Sultan Mehmed II tersebut masih dikenang.
Ide Sultan Mehmed II yang awalnya dianggap sebelah mata oleh orang-orang terdekatnya, ternyata setelah berhasil berdampak luar biasa.
Rasa percaya diri pasukan Turki Ottoman kembali terlecut. Mereka tak lesu lagi dan siap melancarkan serangan kembali. Serangan mematikan pun tinggal menunggu waktu.
Ketika purnama telah berlalu Sultan Mehmed II merencanakan serangan itu dilancarkan.
Mengapa ia memilih serangan pada saat ini? Dari membaca buku-buku tentang mitologi masyarakat Konstantinopel ia mendapatkan bahwa mereka percaya bahwa selama bulan purnama maka kota mereka akan selalu dilindungi.
Karena kepercayaan ini maka baik prajurit maupun masyarakat Konstantinopel akan yakin bahwa mereka tak akan bisa dikalahkan. Inilah yang menyebabkan mereka sulit dikalahkan.
Oleh karena itu, ketika purnama telah berlalu Sultan Mehmed II melancarkan serangan terakhir.
Sebelum serangan dilancarkan, Sultan Mehmed II memerintahkan agar dibuat terowongan untuk menembus benteng Konstantinopel. Maka ketika serangan diputuskan, pasukan Turki Ottoman mulai memasuki terowongan.
Sebelum serangan dimulai, Sultan Mehmed II dan pasukannya menjalankan shalat. Seusai shalat mereka kemudian berdoa, meminta kepada Allah swt agar kemenangan yang sudah berada di depan mata itu menjadi kenyataan. Sementara itu, penduduk Konstantinopel juga melakukan hal serupa. Mereka menggelar misa di gereja Hagia Sophia.
Malam telah melewati ambang. Hanya gemintang yang menemani malam. tak ada secuil pun cahaya purnama.
Kala pengepungan tengah berlangsung, terjadi beberapa kejadian alam yang sempat menggegerkan kedua pihak.
Malam hari 22 Mei 1453, fenomena gerhana bulan terjadi. Pasukan Ottoman yang sudah kelelahan bersorak menganggapnya sebagai pertanda akan datangnya kemenangan.
Empat hari kemudian, Konstantinopel diselubungi kabut tebal dan sebuah cahaya yang aneh terlihat muncul di kubah Hagia Sophia, gereja terbesar di kota tersebut, sebelum terbang menghilang.
Pendeta ortodoks melihatnya sebagai pertanda buruk: Roh Kudus telah meninggalkan Konstantinopel.
Pada saat inilah pasukan Turki Ottoman melakukan serangan besar-besaran. Pasukan Turki Ottoman berusaha memasuki benteng Konstantinopel.
Kali ini pasukan Turki Ottoman terdiri dari tiga lapis. Lapis pertama terdiri dari pasukan yang berasal dari Anatolia, sedangkan lapis kedua dan ketiga merupakan kesatuan Yanisari.
Melihat serangan besar-besaran ini, Giustiniani–salah satu panglima Bizantium–menyarankan agar Constantine mundur. Akan tetapi, saran tersebut ditolak oleh Constantine.
Tak lama setelah tengah malam pada 29 Mei 1454 serangan menyeluruh dimulai. Basilica memuntahkan peluru raksasanya diikuti tembakan meriam-meriam kecil yang kini difokuskan di titik yang sama untuk membantunya,
Benteng Theodosian kini benar benar jebol, pasukan Eropa dari Kesultanan Ottoman menyerang pertama, diikuti oleh gelombang berurutan pasukan reguler, dan prajurit Anatolia kembali menyerang bagian dinding Blachernae di bagian barat laut dari kota, yang telah dirusak oleh meriam Basilica.
Pasukan Anatolia berhasil menembus bagian dinding dan memasuki kota tapi dengan cepat berhasil dipukul mundur oleh pasukan konstanstinopel.
Namun keadaan makin tak terkendali saat gelombang terakhir, terdiri dari Janissari yang memiliki persenjataan yang lebih modern masuk menyerang tembok kota.
Melihat serangan besar-besaran ini, Pemimpin pasukan Genoa Giovanni Giustiniani–salah satu panglima Bizantium–menyarankan agar Constantine mundur. Akan tetapi, saran tersebut ditolak oleh Constantine.
Giovanni Giustiniani akhirnya terluka parah saat mencoba menghentikan pasukan Janissari, dan evakuasi nya dari benteng menyebabkan kepanikan dijajaran pasukan Genoa.
Walaupun berhasil dievakuasi Giustiniani kemudian menyerah dengan tubuh penuh luka dan meninggal beberapa hari kemudian.
Dengan mundurnya pasukan Genoa, Constantine dan dan pasukannya hanya tinggal sendiri, namun mereka terus berjuang dan berhasil berhasil menahan pasukan Janissari untuk sementara waktu.
Tetapi akhirnya mereka tidak bisa menghentikan mereka memasuki kota . karena Para prajurit Konstantinopel makin kewalahan saat Basilica juga berhasil menjebol beberapa titik lain di bagian benteng.
Kelalaian salah seorang prajurit Italia dalam mengunci gerbang di salah satu pos pertahanan, gerbang Kerkoporta, membawa bencana bagi pasukan Byzantium.
“Para penyerang menyerbu masuk, memanjat temboknya dan menancapkan bendera Ottoman di sana,” tulis Timothy E. Gregory dalam A History of Byzantium.
Tembok Konstantinopel akhirnya berhasil ditembus dan kepanikan melanda seisi kota. Tentara Janissary yang dipimpin oleh Hasan Ulubati mendesak maju.
Banyak tentara Yunani berlari kembali ke rumah untuk melindungi keluarga mereka, prajurit Venesia berlari ke kapal mereka, dan beberapa dari pasukan Genoa lari ke Galata. Sisanya bunuh diri dengan melompat dari tembok kota atau menyerah.
Konon Constantine, yang menolak meyerah membuka regalia ungunya, langsung memimpin pertahanan terakhir, namun ia pun tewas dalam pertempuran bersama prajuritnya. Dan, setelah perang usai jasadnya tidak pernah ditemukan.
Serangan pun berakhir, Theodosian rusak berat, tentara Ottoman pun menyebar di sepanjang jalan raya utama kota, melewati forum besar dan melewati Gereja Rasul Suci.
Namun Sultan telah mengirimkan penjaga untuk melindungi Gereja Rasul Suci dari penjarahan yang akan dilakukan pasukannya.
Begitu memasuki kota Konstantinopel, Sultan Mehmed II dalam pidatonya menyatakan akan melindungi seluruh penduduk kota itu yang menyerahkan diri dan berjanji akan melindungi tempat-tempat ibadah, baik milik orang-orang Kristen maupun Yahudi.
Rupanya ia mengikuti yang dilakukan Saladin ketika menaklukkan Yerusalem. Pidato yang terkenal ini disampaikan Sultan Mehmed II di pelataran Hagia Sophia, di hadapan penduduk Konstantinopel.
Ketika Konstantinopel benar-benar bisa direbut, Mehmed II berkata,
“…sesungguhnya kalian melihat aku gembira sekali. Kegembiraanku ini bukanlah semata-mata karena kejayaan kita menaklukkan kota ini. Akan tetapi karena di sisiku hadir syeikhku yang mulia, dialah pendidikku, asy-Syeikh Ak Semsettin.”
Konstantinopel telah berhasil ditaklukkan. Ramalan itu terwujud sudah. Benteng Salib pun telah berhasil dipatahkan oleh Sang Penakluk.
Kekaisaran Romawi yang berdiri sejak abad klasik di Barat (27 SM-476 M), kemudian dilanjutkan oleh Byzantium di Timur (330 M-1453 M) itu akhirnya benar-benar terhapus dari sejarah. “Tanggalnya adalah 29 Mei 1453.
Dengan kejatuhan Konstantinopel merupakan pukulan telak dunia Kristen, Paus Nicholas V menyerukan serangan balik langsung dalam bentuk perang salib.
Bila tidak ada raja Eropa yang bersedia untuk memimpin perang salib, Paus sendiri memutuskan untuk pergi, tapi kematian dini nya menghentikan rencana ini.
Jatuhnya Konstantinopel memutus jalur perdagangan darat utama antara Eropa dan Asia, dan sebagai hasilnya Eropa mulai serius mempertimbangkan kemungkinan mencapai Asia melalui laut, seperti yang terjadi dengan perjalanan Columbus ke Amerika pada tahun 1492, dan Vasco da Gama yang melakukan penjelajahan dari India dan Afrika pada tahun 1498.
Diolah dari berbagai sumber.
Copy and paste: 13 March 2020 / 18 Rejab 1441H : 3.27 pm

No comments:

Post a Comment