ZULHEIMY MAAMOR

Wednesday, 11 December 2019

Sejarah Turki Uthmani: Asal-Usul, Kejayaan dan Keruntuhan


1. Sejarah Berdirinya Turki Uthmani
Sejak zaman dahulu di sebelah barat gurun Gobi terdapat sebuah suku yang bernama Turki. Suku ini hidup secara nomaden. Pada saat perkembangan periode Islam, mereka dikalahkan oleh bangsa Tartar. Sehingga mereka pindah ke barat hingga di tepi Laut Tengah (kini dikenal dengan sebutan Anatolia).
Di sebelah selatan daerah ini terdapat suku bangsa Arab. Mereka bersentuhan dengan masyarakat Arab yang telah beragama Islam. Dengan komunikasi tersebut mereka mulai memeluk agama Islam sekitar abad ke-9. Suku bangsa Turki tersebut adalah ahli perang, pintar berdiplomasi, dan akhirnya dalam waktu yang relatif singkat telah menjadi sebuah kekuatan politik yang besar.
Bangsa Turki terbagi dalam berbagai suku. Di antara suku-suku tersebut, terdapat sebuah suku yang bernama suku Oghuz. Suku ini terbagi menjadi 24 sub-suku. Dari salah satu sub-suku tersebut lahirlah sultan pertama dinasti Turki Uthmani, yakni Usman. Pada saat bangsa Mongol dan Kristian memerangi dunia Islam, bangsa Turki muncul sebagai pelindung Islam, bahkan mereka membawa panji Islam hingga ke tengah-tengah benua Eropa.
Pada abad ke-13 M ketika Jengis Khan mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan sekitarnya, Sulaiman Syah (datuk kepada Usman) bersama pengikutnya kemudian bermukim di Asia kecil. Sulaiman mempunyai empat orang anak lelaki, yaitu Shunkur, Gundogdur, Al-Thugril, dan Dun Dar. Kemudian Sulaiman Syah dan para pengikutnya berpindah lagi ke Syam (Asia kecil).
Dalam perjalanan menuju Syam tersebut Sulaiman Syah meninggal karena tenggelam di sungai Furat (Euphrates). Disebabkan insiden tersebut rombongan itu terpecah menjadi dua, sebagian kembali ke daerah asalnya yang dipimpin oleh dua anak lelaki Sulaiman yang pertama. Sementara rombongan yang kedua, yang di dalamnya terdapat dua anak lelaki Sulaiman yang terakhir, melanjutkan perjalanan ke Syam. Rombongan yang melanjutkan perjalanan ini dipimpin oleh Al-Thugril. Akhirnya mereka berhasil mendekati Sultan Saljuk yang bernama Sultan Alauddin II di Kunia.
Ketika Saljuk diserang Byzantium, Al-Thugril membantu Sultan Alauddin II sehingga berhasil mematahkan serangan Byzantium. Sebagai membalas jasa, Sultan Alauddin memberikan daerah Iski Shahr dan sekitarnya (wilayah yang berbatasan dengan Byzantium) kepada Al-Thugril. Mereka terus membina wilayah tersebut dan akhirnya memilih Syukud sebagai ibukota. Di sanalah lahir anak lelakinya yang pertama yaitu Usman.
Pada 1258 M Al-Thugril meninggal dunia. Selanjutnya Usman mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan, Maka berdirilah dinasti Turki Uthmani. Usman memindahkan Ibu kota ke Yeniy. Pada 1300 M Sultan Alaudin meninggal, maka Usman mengumumkan diri sebagai Sultan yang berdaulat penuh, ia mengkampanyekan dirinya dengan mencetak mata uang dan pembacaan khutbah atas nama dirinya.
Kekuatan tentera yang dimiliki oleh Usman menjadi benteng pertahanan bagi kerajaan-kerajaan kecil dari serangan Mongol. Dengan demikian secara tidak langsung mereka mengakui Usman sebagai penguasa tertinggi.
2. Masa Pemerintahan Turki Uthmani
a. Masa Pemerintahan Usman I (1290 – 1326 M)
Al-Thugril meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh anak lelakinya, Usman. Putera Al-Thugril inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Uthmani. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Saljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Saljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Uthmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I.
Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300M) setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Byzantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.
b. Masa Pemerintahan Orkhan (726 H/1326M¬ – 761 H/1359M)
Pada masa pemerintahan Orkhan, Kerajaan Turki Uthmani ini dapat menaklukkan Izmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330M), Uskandar (1338M), Ankara (1354M) dan Canakkale (Gallipoli) tahun (1356M). Daerah ini adalah bahagian benua Eropa yang pertama kali diduduki oleh kerajaan Uthmani.
Faktor penting yang mendukung keberhasilan perluasan jajahan ini adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan ketenteraannya yang sanggup bertempur pada bila-bila masa dan di mana saja.
Untuk pertama kali, kekuatan tentera kerajaan ini mulai disusun dengan baik dan teratur ketika terjadi pertembungan bersenjata dengan Eropa. Ketika itu, pasukan tempur yang besar sudah tersusun rapi. Penyusunan yang baik, taktik dan strategi tempur tentera Uthmani berlangsung tanpa halangan yang bererti. Namun, tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan tentera yang besar ini dilanda krisis. Semangat para prajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh tentera.
Pembaruan dalam tubuh organisasi tentera oleh Orkhan, tidak hanya dalam bentuk penggantian tokoh-tokohpimpinan, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristian yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.
Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok tentera baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Uthmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non muslim.
Di samping Jenissari, ada juga prajurit dari tentara kaum bangsawan yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok tentera Thaujiah. Angkatan laut pun diperbaiki, karena ia mempunyai peranan yang besar dalam perluasan tanah jajahan Turki Uthmani.
c. Masa Pemerintahan Murad I (761 H/1359 M -789 H/1389 M)
Ketika Murad I, pengganti Orkhan, berkuasa, selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrianopel (yang kemudian dijadikannya sebagai ibu kota kerajaan yang baru), Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan perluasan kuasa kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Uthmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, raja Hungary.
d. Masa Pemerintahan Bayazid I (1389 - 1403 M)
Sultan Bayazid I, pengganti Murad I, dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristian Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang amat gemilang bagi umat Islam.
Perluasan kerajaan Uthmani sempat terhenti beberapa lama. Ketika perluasan diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Uthmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama anak lelakinya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.
e. Masa Pemerintahan Muhammad I (1403 -1421 M)
Kekalahan Bayazid di Ankara membawa akibat buruk bagi Turki Uthmani. Penguasa-penguasa Saljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Uthmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu putera-putera Bayazid saling berebut kekuasaan.
Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti sediakala.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada anak-anak lelakinya yang saling berselisih antara satu sama lain. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Uthmani untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Namun, pada saat seperti itu juga terjadi perselisihan antara putera-putera Bayazid (Muhammad, Isa, dan Sulaiman).
f. Masa Pemerintahan Murad II (1421 – 1451 M)
Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri.
Usahanya ini diteruskan oleh Murad II, sehingga Turki Uthmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II atau biasa disebut Muhammad al-Fatih.
g. Masa Pemerintahan Muhammad al-Fatih (1451 – 1484 M)
Sultan Muhammad al-Fatih dapat mengalahkan Byzantium dan menaklukkan Konstantinopel tahun 1453 M. Dengan terbukanya Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Byzantium, lebih mudahlah arus perluasan Turki Uthmani masuk ke Benua Eropa.
h. Masa Pemerintahan Salim I (1512 – 1520 M)
Ketika Sultan Salim I naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Parsi, Syria dan dinasti Mamalik di Mesir.
i. Masa Pemerintahan Sulaiman al-Qanuni (1520 – 1566 M)
Usaha Sultan Salim I ini dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni. Ia tidak mengarahkan perluasannya ke salah satu arah timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Uthmani merupakan obyek yang menggoda hatinya. Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrade, Pulau Rhodes, Tunis, Budapest dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Turki Uthmani pada masa Sultan Sulaiman al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Iraq, Syria, Hijjaz,(Arab Saudi) dan Yaman di Asia; Mesir, Libya, Tunis, dan Aljazair (Algeria) di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hungary, dan Rumania di Eropa.
Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Uthmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan tentera Turki Uthmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di Asia, Afrika, mahupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan ketenteraan ini ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat tentera, berdisiplin dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Keberhasilan perluasan tersebut diiringi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola wilayah yang luas, sultan-sultan Turki Uthmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr al-A’zham (perdana menteri), yang membawahi Pasya (Gabenor). Gabenor mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-Zanaziq atau al-’Alawiyah (Ketua Negeri).
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitab undang-undang (Al Qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Uthmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qanuni.
Pada masa Sulaiman ini di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun mesjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinator Sinan,seorang arsitek asal Anatolia.
Sebagai bangsa yang berdarah tentera, Turki Uthmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang ketenteraan, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol.
Bangsa Turki juga banyak berkiprah dalam pengembangan seni bina Islam berupa bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Mesjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abi Ayyub al-Anshari. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi (khat) yang indah. Salah satu mssjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid yang asalnya sebuah gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-gambar Kristian yang wujud sebelumnya.
Pada masa Turki Uthmani tariqat mengalami kemajuan. Tariqat yang paling berkembang ialah tariqat Bektasyi dan Tarekat Maulawi. Kedua tariqat ini banyak dianut oleh kalangan masyarakat awam dan tentera.
Di pihak lain, kajian-kajian ilmu keagamaan, Asy’ariyah mendapatkan tempatnya. Selain itu para ulama banyak menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya masa klasik.
j. Masa Pemerintahan Salim II (1566 – 1573 M)
Setelah Sultan Sulaiman al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Uthmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman al-Qanuni diganti oleh Salim II. Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Uthmani dengan armada laut Kristian yang terdiri dari angkatan laut Sepanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus, dan sebahagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol.
Pertempuran itu terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Uthmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.
k. Masa Pemerintahan Murad III (1574 – 1595 M)
Sultan Murad III berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya, namun Kerajaan Uthmani pada masanya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tabnz, ibu kota Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Poland dan mengalahkan gabenor Bosnia pada tahun 1593 M. Namun kehidupan moral Sultan yang jelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri.
l. Masa Pemerintahan Muhammad III (1595 – 1603 M)
Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III yang membunuh semua saudara laki-lakinya berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentingan pribadi. Dalam situasi yang kurang baik itu, Austria berhasil menyerang Kerajaan Uthmani.
m. Masa Pemerintahan Ahmad I (1603 – 1617 M)
Sultan Ahmad I sempat bangkit untuk memperbaiki situasi dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Uthmani di mata bangsa-bangsa Eropa sudah mulai memudar.
n. Masa Pemerintahan Mustafa I (1617 – 1623 M) dan Usman II (1618 – 1622 M)

Sesudah Sultan Ahmad I, situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama (1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M). Karena pergolakan politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh al-Islam mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II. Namun tindakat tersebut ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi demikian bangsa Parsi bangkit melancarkan pertempuran merebut wilayahnya kembali. Kerajaan Uthmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa melepaskan wilayah Parsi tersebut.
o. Masa Pemerintahan Murad IV (1623 – 1640 M)
Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV. Pertama-tama ia mencoba menyusun dan mentertibkan pemerintahan. Pasukan Jenissari’ yang pernah menumbangkan Usman II dapat dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerintahannya berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan.
p. Masa Pemerintahan Ibrahim (1640 – 1648 M)
Situasi politik yang sudah mulai membaik itu kembali merosot pada masa pemerintahan Ibrahim, karena ia termasuk orang yang lemah. Pada masanya ini orang-orang Venetia (Itali) melancarkan peperangan laut melawan dan berhasil mengusir orang-orang Turki Uthmani dari pulau Cyprus dan Crete tahun 1645 M. Kekalahan itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di Asia Kecil) ke kedudukan sebagai wazir atau Shadr al-A’zham (perdana menteri) yang diberi kekuasaan mutlak. Ia berjaya mengembalikan peraturan dan memperkukuhkan kestabilan pada kewangan negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jawatannya dipegang oleh anaknya, Ibrahim.
Ibrahim menyangka bahwa kekuatan tenteranya sudah pulih sama sekali. Karena itu, ia menyerbu Hungari dan mengancam Vienna. Namun, perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara berturut-turut. Pada masa-masa selanjutnya wilayah Turki Uthmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh negara-negara Eropa yang baru mulai bangun.
Pada tahun 1699M terjadi “Perjanjian Karlowith” yang memaksa Sultan untuk menyerahkan seluruh Hungary, sebagian besar Slovenia dan Croatia kepada Hapsburg; dan Hemenietz, Padolia, Ukraine, Morea dan sebagian Dalmatia kepada orang-orang Venetia.
q. Masa Pemerintahan Mustafa III (1757 – 1774 M)
Pada tahun 1770M, tentara Rusia mengalahkan armada kerajaan Uthmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III yang segera dapat mengukuhkan kekuatannya.
r. Masa Pemerintahan Abd al-Hamid (1774 – 1789 M)
Sultan Mustafa III diganti oleh saudaranya, Sultan Abd al-Hamid, seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta, di Kutchuk Kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “Perjanjian Kinarja” dengan Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian itu antara lain :
• Kerajaan Uthmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di Laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih.
• Kerajaan Uthmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di Kerajaan Uthmani selama dua abad lebih setelah ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Satu persatu negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-negeri di Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak terhadap kekuasaan Kerajaan Uthmani, tetapi juga beberapa daerah di Timur Tengah cuba bangkit memberontak.
Di Mesir, kelemahan-kelemanan Kerajaan Uthmani membuatkan Mamalik bangkit kembali. Di bawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M, Mamalik kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Perancis tahun 1798 M.
Di Lebanon dan Syria, Fakhral-Din, seorang pemimpin Druze, berhasil menguasai Palestin, dan pada tahun 1610 M merampas Ba’albak dan mengancam Damsyik (Damascus). Fakhr al-Din baru menyerah tahun 1635 M.
Di Parsi, Kerajaan Safawi ketika masih jaya beberapa kali mengadakan perlawanan terhadap Kerajaan Uthmani dan beberapa kali pula ia keluar sebagai pemenang.
Sementara itu, di Tanah Arab muncul kekuatan baru, yaitu persekutuan antara pemimpin agama Muhammad ibn Abd al-Wahhab yang dikenal dengan gerakan Wahhabiyah dengan penguasa tempatan bernama Ibn Sa’ud. Mereka berhasil menguasai beberapa daerah di jazirah Arab dan sekitarnya di awal separuh kedua abad ke-18 M.
Pemberontakan-pemberontakan banyak terjadi di Kerajaan Uthmani ketika sedang mengalami kemunduran. Gerakan-gerakan seperti itu terus berlanjut hingga abad ke-19 dan ke-20 M. Kerajaan Uthmani berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924M.
(Sumber tulisan tidak diketahui. Artikel ini juga tidak menyebut tentang peranan besar yang dimainkan oleh Sultan Abdul Hamid II (1876-1909). Para pembaca dinasihatkan supaya membuat kajian sendiri dan membandingkannya dengan tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan sejarah Khilafah Uthmaniyah Turki).
InsyaAllah kita akan berbincang lagi tentang sejarah Khilafah Turki Uthmaniyah yang gemilang ini pada ketika lain.


Copy and paste: 11/12/2019 : 9.44 pm

No comments:

Post a Comment